Sabtu, 04 Oktober 2008

KU DIPANGGIL PULANG KAMPUNG

DAPIL PECEL LELE & SOTO LAMONGAN
( JAWA TIMUR X , LAMONGAN & GRESIK )


Sepuluh tahun lebih aku meningalkan kampung halaman tercinta, kota Tuban & Lamongan, dua kota para leluhurku berasal. Kota yang paling ku cintai, kota yang dibelah oleh hamparan sungai Bengawan Solo, sungai mitos penghubung para penguasa laut selatan dengan laut utara, sungai yang membelah tanah jawa, sungai yang membawa mitos para penerus leluhur majapahit dan mataram, sungai mitos yang melahirkan tokoh-tokoh pergerakan di Republik ini.
Sepuluh tahun lebih aku jadi perantau, sepuluh tahun lebih aku berjibaku melawan ganasnya kehidupan ibu kota, sepuluh tahun lebih aku berjuang sebatang kara, tanpa sanak dan tanpa saudara, sepuluh tahun lebih hatiku bergelora, cita-citaku membara, tuk mengapai impian nyata dalam perjuangan hidup di ibu kota. Keinginanku melanjutkan studi di kampus terbaik dinegeri ini, mengalahkan kondisi dan realita ekonomi keluargaku, keluarga santri kampung dan PNS yang serba kekurangan. Dengan Bismilah dam do'a, dengan pantang mundur & menoleh kebelakang, kaki ku ayunkan menuju perjuangan hidup di ibu kota. Kehidupan yang serba pas-pasan sebagai mahasiswa perantau tak menghalangi semangatku belajar dan berjuang di kampus perjuangan Universitas Indonesia. Siang hari aku belajar di kampus, malam hari aku berjuang mencari sesuap nasi di jalanan untuk mempertahankan hidup, berdagang buah-buahan di pasar minggu, berjualan mie ayam di tanah abang, hingga berjualan pecel lele di sekitar Margonda Depok adalah rutinitas kehidupa malamku diluar kegiatan studiku disiang hari. Hujan, panas, dinginya malam hari, capek, lelah dan badan serta tulang belulang terasa rontok, tak ku hiraukan, demi cita-cita besar yang selalu berkobar dalam setiap nafas perjuanganku. Sebuah gelora cita-cita anak muda kampung untuk memperoleh masa depan kehidupan yang lebih baik, sebuah cita-cita anak muda yang ingin mengabdikan kehidupannya bagi masyarakat, bagi ummat, bagi rakyat dan bagi bangsa yang dicintainya.
Hingga akhirnya pangilan perjuangan itu tiba, saat-saat genderang reformasi ditabuh diawal tahun 97-an, sebuah genderang perubahan yang begitu memekakkan telinggaku, genderang yang begitu kuat menyeretku, akhirnya genderang itu memaksaku menceburkan diri dalam dunia baru, dunia gerakan kemahasiswaan, dunia yang penuh cita-cita dan idealita, dunia yang penuh semangat romantisme dan heroisme darah mudaku. Awal tahun '98, kehidupanku mulai disibukan dengan diskusi dan demo-demo kecil melawan kekuasaan tirani rezim Soeharto, sebuah kehidupan yang merubah total karakter dan penampilanku, karakter anak muda kampung yang lugu, nurut, dan selalu nrimo terhadap kedzalian penguasa, menjadi anak muda yang beringas, anak muda yang berani, anak muda yang percaya diri, dan anak muda yang tidak takut untuk melawan kemapanan kaum tirani. Kegiatan demo-demo dan melawan kemapanan kaum tiran saya lakukan dengan cara mobilisasi gerakan massa didalam dan diluar kampus, gerakan massa kampus melalui aktivitas diskusi dan provokasi mahasiswa untuk melawan tirani melalui lembaga-lembaga intra universiter, BEM/Senat/BPM/MPM sedangkan mobilisasi jaringan luar kampus, melalui jaringan teman-temanku dijalanan : jaringan teman-teman asongan, jaringan teman-teman PKL, jaringan tukang copet, jaringan tukang parkir, jaringan pengamen hingga jaringan preman-preman tanah abang, mulai preman kecil hingga Hercules, sebagai teman jaringan gerakannku saat itu, semua ku ajak bicara tentang pentingnya reformasi dan perubahan, sebuah aktivitas jaringan yang tidak dimiliki oleh teman-teman aktivis mahasiswa semasaku. Aku mampu membangun komunikasi dengan mereka karena aku adalah bagian dalam kehidupan mereka, aku bagian dari segolongan mereka, segolongan masyarakat yang di marjinalisasi oleh kekuasaan politik. Selain itu aku juga bagian dari gerakan intelektual kampus, bagian dari gerakan kemahasiswaan, bagian dari gerakan orang kampus yang mendorong perubahan. Hingga akhirnya perubahan itupun datang, sebuah proses reformasi yang maha dasyat, sebuah proses perubahan elit penguasa yang menumpahkan darah rekan-rekan mahasiswa, sebuah perubahan yang menelan sebagian anak kandung negeri ini.
Reformasi telah usai, dan para senior-senior kami serta dosen-dosen yang dulu bersama kami dalam lokomotif reformasi telah mendapatkan ganjaran menjadi penguasa-penguasa baru di elit negeri ini. Dan kami, para mahasiswa, para aktivis, para demonstrans, dan para rakyat-rakyat kecil lainnya kembali ke rutinitas kehidupannya, yang studi kembali ke kampus, yang telah diwisuda berkutat dengan beratus-ratus lamaran pekerjaannya, demikian juga saya kembali bersama teman-teman PKL untuk mempertahankan hidup berjualan pecel lele kembali. Rutinitas berdagang menjadikan diriku seolah monoton, seolah dunia terasa sepi kembali, seolah darah mudaku berontak ingin dinamisasi yang baru lagi, dinamisasi kehidupan yang penuh perjuangan dan heroisme, dunia kehidupan yang memacu andrenalinku kembali. Dan, harapan itupun hadir kembali, saat-saat dagangan saya dan teman-teman pecel lele di margonda di porak-porandakan oleh trantip pemkot Depok, kamipun melawan, kamipun bertahan, hingga akhirnya kami berurusan dengan pihak kepolisian Depok. Perjuangan yang tidak pernah berhenti terus kami lakukan menolak pengusuran teman-temen pedagang pecel lele yang sebagian besar adalah saudara sekampung saya dari lamongan. Jaringan perlawananpun kami bangun kembali, teman-teman aktivis mahasiswa yang masih dikampus saya ajak kembali, kembali turun ke jalan untuk melawan kesewenang-wenangan Pemkot Depok, kembali berdemo untuk menolak pengusuran. Herosime perlawanan itupun melebar dengan melibatkan tokoh-tokoh preman depok, supir angkot hingga akhirnya berubah menjadi gerakan politik terhadap kebijakan Pemkot Depok saat itu. Kondisi semakin memanas karena menjelang pemilihan Wali Kota Depok, hingga akhirnya menjadi isu penting di sekitar ibu kota yang cukup panas tentang kebijakan pengusuran para pedagang pecel lele lamongan. Dukungan dari beberapa pihak makin menguat, teman-teman senior aktivis bandung memberikan dukungan penuh, M. Jumhur Hidayat dengan barisan buruhnya, Ferry. J. Juliantono dengan jaringan rakyat miskin kota dan taninya serta beberapa teman-teman gerakan turut memberikan dukungan terhadap perlawanan para pedagang pecel lele Lamongan.
Pertemuaan di Indonesia Bangkit, kantor dan LSM milik ADI SASONO bapak LSM dan tokoh gerakan ekonomi kerakyatan merupakan momentum awal kembalinya saya dalam dunia gerakan, sebuah dunia baru lagi dari seorang aktivis kampung. Melalui ADI SASONO, sebagai mentor politik saya saat itu, saya digembleng, saya digodok untuk menjadi aktivis yang peka terhadap rakyat kecil, menjadi aktivis yang melebur dengan rakyat kecil, menjadi aktivis yang benar-benar bisa mendarah dagingkan makna perjuangan rakyat kecil. Dan akhirnya saya diajak untuk lebih mendalami dan mempertajam kepekaan serta keperpihakan terhadap rakyat kecil dengan terjun langsung didalamnya, sebuah dunia baru, dunia gerakan ekonomi kerakyatan, dunia gerakan riel terhadap keberpihakan rakyat kecil, rakyat yang termarjinalisasi. Atas saran dan dukungan ADI SASONO, saya terjun ke Ormas yang dibuatnya, APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima se-Indonesia), sebuah ormas gerakan ekonomi kerakyatan yang didirikan awal tahun 80-an oleh tokoh-tokoh awal LSM dari ITB, UGM, IPB yang tergabung dalam PENDOWO LIMO, mereka adalah : Adi Sasono, Dawam Raharjo, Hadimulyo, Amin Aziz & AM Saefuddin. Saat MUSDA APKLI Jakarta, saya terpilih mutlak menjadi Ketuanya. Sebagai Ketua APKLI Jakarta adalah tugas awal yang sangat berat, karena setiap hari harus turun jalan bentrok dengan aparat trantip DKI untuk melawan pengusuran para PKL-PKL di sekitar Jakarta. Pengusuran yang paling sering adalah pengusuran terhadap saudara-saudara saya dari Lamongan yang berdagang pecel lele dan soto Lamongan, tiap hari harus berjibaku, berpanas-panasan bahkan hujan pun tak menyurutkan perjuangan kami bersama teman-teman PKL dalam menolak pengusuran. Keringat, tetesan darah dan air mata para ibu-ibu selalu mengiringi langkah perjuangan dalam setiap bentrok dengan aparat trantip untuk melawan pengusuran, langkah yang tidak pernah berhenti hingga tercapai kesepakatan untuk diperkenankan untuk mencari nafkah untuk sekedar memperoleh sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup para perantau.
Sebagai Ketua APKLI Jakarta, saya cukup populer dikalangan teman-teman gerakan di ibu kota, hampir setiap hari kami turun jalan dan bentrok dengan aparat trantif untuk melawan pengusuran, hingga akhirnya saya terpilih menjadi SEKJEN DPP. APKLI saat MUNAS IV APKLI di Surabaya tahun 2004. Sebagai SEKJEN di kalangan organisasi yang berbasis rakyat kecil menjadikan saya sibuk mengurus organisasi ini sampai pada level nasional, konsolidasi organisasi dan gerakan menjadi agenda terpenting dalam memperkuat basis organisasi ini. Keliling Nusantara, dari Aceh, Padang, Riau, Batam, Lampung, Kalimantam, Sulawesi, hingga Maluku menjadi agenda rutin konsolidasi yang saya lakukan. Hingga saat terjadi konflik maluku kita bersama teman-teman DPD maluku mampu meredam permusuhan antar etnis agama dengan semangat rasa persaudaraan antar pedagang kaki lima di sekitar Pasar Jl. Mardika - Ambon, sehingga mampu menjadi contoh semangat persaudaraan ditengan nuansa konflik yang bernuansa sara di maluku. Selain sebagi SEKJEN di ormas yang berbasis rakyat kecil ini, bebarapa jabatan pernah juga dipercayakan/amanahkan kepada saya, misal : Ketua BPM/MPM Universitas Indonesia, PB. HMI, KNPI- Pusat, PPK. KOSGORO - Pusat, KAHMI- Nasional, GP-ANSOR, HIPMI dan KADIN Indonesia.
Awal tahun 2004, saat hiruk pikuknya pemilu 2004 adalah awal saya terpanggil di wilayah medan politik, saat kekuatan parpol menjalin koalisi kebangsaan, yang saya nilai sebagai koalisi kaum elit partai dan kaolisi para tiran partai, saya bersama teman-teman gerakan rakyat kecil mengadakan beberapa pertemuan denga LSM dan ORMAS di Jakarta. Saya bersama M. Jumhur Hidayat dan beberapa rekan-rekan menggagas dibentuknya Koalisi Kerakyatan, antara beberapa elemen Ormas, OKP, LSM, Kelompok Studi, dimana gerakan itu merupakan koalisi rakyat yang termarginalisasi secara politik, gerakan dan isu inipun berkembang dan kita dorong masuk wilayah ranah politik. Melalui negosiasi dan kesepakatan dengan pihak SBY-JK tentang pentingnya komitmen terhadap rakyat kecil yang termarjinalisasi maka terjadilah kerjasama dan koalisi elit politik, yang diwakili tim sukses SBY-JK bersama koalisi kerakyatan, hingga akhirnya kaolisi kerakyatan memberikan dukungan penuh kepada SBY-JK dalam memenangkan pilpres 2004 untuk membawa agenda perubahan dan mendorong serta mengawal transisi reformasi '98. Atas kesepakatan tersebut akhirnya saya dimasukan ke tim Skoci di Cyber Building, tim sukses SBY-JK dari sayap militer yang dikomandoi oleh Jendral. M. Ma'ruf, dengan tugas menggalang kekuatan pendukung SBY-JK, dari kaum petani, buruh, mahasiswa, pedagang, dan kelompok2 masyarakat marginal di wilayah basis merah yaitu Jawa Tengah. Hapir 5 bulan tugas berat itupun kami jalankan hingga dapat kami selesaikan dengan baik, yang akhirnya kerja keras pengalangan dan mobilisasi politik didaerah tersebut mampu merobah peta politik diwilayah merah tersebut hingga mampu menghantarkan SBY-JK terpilih menjadi Presiden RI.
Saat Kongres I Partai Demokrat di Bali 2005, saya putuskan untuk masuk sistem politik, Partai Demokrat adalah pilihan perjuangan politik saya saat itu, melalui Bapak Hadi Utomo, Ketum DPP. PD dengan rekomendasi Jendral M. Ma'ruf, Jendral Wardi, Jendral Ismet, Jendral Yahya Sacawirya, Hayono Isman, Jendral Nurfaizi, dari Skoci Tim Cyber, saya diusulkan dan dimasukan ke dalam susunan kepengurusan DPP. Partai Demokrat sebagai Wakil Ketua DEPHANKAM, sebuah loncatan karier politik yang luar biasa bagi saya sebagai anak muda yang baru berusia 30-an saat itu. Sebuah jabatan dalam organisasi politik yang sangat prestisius bagi saya karena sebagai wakil ketua yang membidangi konsep strategi pertahanan dan keamanan negara yang mayoritas bawahan saya adalah para purnawirawan berpangkat kolonel dengan usia seangkatan ayah saya. Sebuah tanggungjawab yang berat dan penuh tantangan sebagai seorang politisi karier yang masih muda belia untuk dapat mengerakkan lokomotif kepengurusan partai dalam memenuhi target program yang telah digariskan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
Dan dalam perjalanan waktu akhirnya saya kembali mengikuti garis takdir lagi yaitu kembali berjuang untuk kemajuaan kampung halaman dan mengurus rakyat kecil, kembali berjuang untuk rekan-rekan PKL - PKL , rekan- rekan pedagang pecel lele dan soto Lamongan khususnya serta masyarakat Lamongan dan Gresik umunya melalui Partai Demokrat dengan menjadi Calon Legeslatif DPR - RI daerah pemilihan Kab. Lamongan dan Gresik. Saya menyadari sebagai seorang insan yang lemah, dukungan do'a serta kritik ke depan sangat saya harapkan agar saya bisa menjadi lebih baik, lebih istiqomah, lebih amanah dalam mengemban amanat perjuangan berat ini. Saya sadar ini semua adalah pilihan tanggungjawab yang berat untuk memikul amanat ini, yang tentunya amanat tersebut dikemudiaan hari akan saya pertanggungjawabkan kepada Tuhan YME serta seluruh konstituen politik saya.

DAAN AKHIRNYA SAYA MOHON DO'A RESTU AGAR SAYA DIBERI KEKUATAN SENANTIASA LURUS DAN ISTIQOMAH DLM PERJUANGAN .
SEGENAP DO'A DAN DUKUNGAN SELURUH MASYARAKAT
SAYA SANGAT HARAPKAN UNTUK MEMPERKUAT
IKATAN JIWA DAN KOMITMEN PERJUANGAN INI.


1 komentar:

3Permata mengatakan...

Saya terenyuh membaca kisah pak Rony ini..
Dari belum siapa2 menjadi seperti sekarang.. perjuangan bapak sangat keras, ulet.. Syukur Alhamdulillah.

Saya jadi ingin seperti bapak, kesempatan besar belum menghampiri saya.. Allah baru memberikan saya yang kecil2... Alhamduliilah saya sudah senang dan bersyukur..
Aduh senang ya pak.. dapat order 1juta kaos.. saya kapan ya pak.. di kantor saya, HALLIBURTON paling banyak 1000 ptg itupun belum tentu 1 bulan sekali.. yach.. Alhamdulillah sudah lumayan..

Apa sekarang kedai soto lamongan & pecel lele bapak masih ada di sekitar depok ?, Pastinya sekarang sudah dipegang asistant2 ya pak.. saya tinggal di Kukusan Depok, tidak jauh dari kampus UI. Kalo kedainya masih ada, kapan2 boleh mampir ya pak..
Saya penggemar Pecel Lele apalagi sambel Lamongannya yang enak sekali..
Juga mau berbagi taktik jualan,(Saya harus berguru pada ahlinya..)

saya ada rencana mau buka kedai Mie Jowo, yang kokinya saya datangkan dari Semarang Asli, Mie Jowo langganan saya di Semarang yang rasanya belum ada duanya...

Salam,

Nita